Monday, August 14, 2017

Penamatnya Mabrur


Semalam 13 Ogos 2017, cerpen ini disiarkan oleh Berita Harian Singapura.
Setahun saya tidak menulis cerpen. Akhir sekali (kalau tak salah) Ogos 2016.
Dalam rangka setahun ini kenapa saya tidak keluarkan cerpen?
Saya puji sangat penulis yang mampu menulis beberapa catatan dalam satu masa sekaligus. Maksud saya sedang menulis novel tapi dapat pula pusing sudut lain dan menulis cerpen. Saya tidak dapat buat begini. Satu projek untuk satu masa.
Dalam setahun saya tidak keluarkan cerpen sebab saya tumpukan pada penulisan terjemahan novel PAGI SEMERAH DAUN MOMIJI dari bahasa Melayu ke bahasa Inggeris. Usai dihantar ke penerbitnya, saya mula pula novel baharu. Kali ini saya cuba novel Inggeris pula. Saya belum boleh maklum penerbitnya.

Saya sengaja kaburkan imej di atas sebab saya sedang kumpulkan semua cerpen.

Oh, saya ingin kongsi satu perkembangan negatif sebagai penulis. Apabila cerpen pertama tersiar di akhbar Berita Harian Singapura, ramai yang menulis tahniah atau LIKE. Boleh dikatakan berderet-deret dan sampai keesokan hari pun masih ada yang memberi tahniah.
Kalau tak salah semalam cerpen saya yg ke 7 atau 8 (agak-agak saja) disiarkan, yang pelik tiada seorang pun penulis yang saya kenal, yang rapat dengan saya di Singapura maupun di Malaysia sudi memberi komen. Saya ambil ini sebagai kenaikkan saya ke taraf yang sudah glemer sebagai penulis.
Kalau artis atau penghibur, glemer mereka meriah serba serbi tapi lain rupanya sebagai penulis. Semakin prolifik seorang penulis, semakin dia disenyapkan. Tiada LIKE atau tahniah berderet-deret lagi.
Saya rasa masa mula2 karya tersiar, ramai yang mengucap tahniah sebab ingin memberi dorongan. Tapi kenapa dorongan itu terhenti apabila penulis itu sudah menjadi terkenal dengan tambahan karyanya?
Pelik bukan?

Saya perlu perhatikan perkembangan ini dan mengambil contoh dari penulis lain.
Semakin mereka terkenal, semakin bertambah karya mereka, tiada perlu memberi dorongan lagi atau mengucapkan tahniah lagi atau memberi LIKE berderet2.
Ada bagusnya kita belajar dari pengalaman.

Apa-apa pun penghargaan saya kepada para editor, penyunting sastera di meja Berita Harian Singapura kerana memberi saya peluang dan ruang untuk berkembang sendiri.

Terima kasih.

*****



Monday, August 07, 2017

Such a deer.


I never expect the first night of our trip to Hokkaido (29 June to 2 July 2017), when we stayed at Sahoro Hotel that it was one of the Club Med chain-hotel. Club Med being an international chain-hotel, unlike local-run hotels in Japan, caters to the special needs of their Muslims customers. 



We were delighted to be served with grilled deer meat which, we were told to be halal. I can't remember having deer meat before, maybe I had, but I cannot recollect it's taste anymore. It was soft without the smell of mutton. 
That night, I made my way to the common bath-house on the ground floor of the hotel. It has a 露天風呂 Roten-buro (literally it means bath under the sky) or an open air bath. It was dark, I could see the stars so far off into the galaxy with its weak twinkling as I dipped in the steaming water. There was an earthy smell to the water, it might come from the depth of the earth.

I take a public bath every week. Having a common bath with other women every week has a therapeutic effect on me. You should try hit the sauna at 78c, then dip in the water at 19c, repeat in three or four rounds. Feel your body changing.
Most time I tried to keep quiet and relax, feel my body tightening in the heat but that would normally be quite impossible. While dripping in sweat, the women talk about the weather, about some sick friends, about politics or anything that we are willing to share. 
I've come to know many friends I made from the common bath. Sometimes, we arranged another date at the karaoke or have lunch together.
Coming back to the halal grilled deer at Sahoro Club Med, do make a special request during the booking. Oh, I'm not paid for this promotion, just a travel information.


*****